Kamis, 14 November 2019

03:19:53 AM 03:19:53 AM

E-Paper    Kontak Kami    E-Panel

Latar Belakang

  • Oleh: Noviyanto Rahmadi
  • Terakhir diperbarui: 3 tahun yang lalu



Kerjasama antar daerah merupakan upaya yang dilakukan oleh dua atau lebih daerah untuk mencapai tujuan bersama sesuai dengan kebutuhan bersama. Dalam konteks pengembangan wilayah atau program kewilayahan, kerjasama antar daerah bertujuan untuk mencapai sinergi antar daerah dalam mengatasi kesenjangan antar wilayah melalui perencanaan pembangunan daerah dan implementasi pengembangan wilayah yang sinergis dan selaras. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui berbagai bentuk kerjasama antar daerah dengan tata cara kerjasama yang sesuai dengan arahan kebijakan dan ketentuan peraturan perundangan yang ada.

Tuntutan reformasi dan desentralisasi sebagai bentuk paradigma pembangunan bergulir sejak tahun 1998 dan ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diganti dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004. Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah secara spesifik mendelegasikan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menentukan dan menjalankan kebijakan pembangunan di daerah masing-masing. Hal ini menciptakan fungsi dan tanggung jawab baru bagi pemerintah daerah untuk bekerja keras dalam menentukan arah kebijakan pembangunan daerah sekaligus sebagai peluang untuk secara mandiri dan kreatif mengembangkan daerahnya masing-masing.

Salah satu kewenangan yang terdesentralisasi dalam kerangka otonomi daerah adalah peluang untuk melakukan kerjasama baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal inilah yang menjadi pedoman bagi Pemerintah Kota Bandung dan merupakan bagian dari upaya Pemerintah Kota Bandung yang sejalan dengan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dimana yang menjadi arus utama salah satunya adalah kolaborasi dan sharing best practices yang bertujuan untuk kemajuan bersama, percepatan dan pemerataan pembangunan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui peningkatan kerja sama teknis antar daerah, baik itu kerjasama dalam negeri maupun kerjasama luar negeri.

Kebutuhan akan Kerjasama Antar Daerah baru dirasakan oleh daerah pada sekitar tahun 1990an. Muncul inisiatif dari daerah perkotaan sekunder di Indonesia untuk melaksanakan kerjasama pada daerah yang berbatasan. Awalnya, pemicu dari kebutuhan ini lebih pada keperluan akan integrasi pengelolaan infrastruktur perkotaan. Namun dalam  perkembangannya kerjasama ini berkembang pada aspek-aspek yang lebih luas.

Kondisi diatas mengilustrasikan dengan cukup jelas bahwa kebijakan otonomi daerah sesungguhnya memberikan tanggungjawab dan beban kerja yang jauh lebih berat kepada daerah, dibanding pada masa-masa sebelumnya. Sementara disisi lain, pemerintah daerah masih dihadapkan pada berbagai permasalahan klasik berupa keterbatasan kualitas dan kuantitas sumber daya, baik anggaran, SDM maupun sarana dan prasarana. Hal ini mengharuskan jajaran aparat daerah untuk berpikir secara kreatif dan inovatif untuk membangun sistem manajemen pemerintahan yang lebih efektif dan efisien.

Salah satu strategi yang dapat ditempuh disini adalah dengan mengembangkan pola-pola partisipasi, kerjasama, dan kemitraan dalam penyelenggaraan suatu urusan dan/atau kewenangan tertentu. Selain karena alasan keterbatasan sumber daya, urgensi penyelenggaraan kerjasama juga didorong oleh adanya perkembangan dinamika kehidupan masyarakat yang semakin tinggi. Sebagai akibat dari dinamika masyarakat yang tinggi tadi, interaksi masyarakat di bidang-bidang ekonomi,sosial, maupun kepemerintahan tidak lagi berlangsung pada lingkup suatu daerah otonom saja, melainkan telah melebar hingga melewati batas wilayah daerah yang bersangkutan.

Sudah lebih dari satu dekade, Indonesia memberlakukan sistem otonomi daerah. Teori mengenai desentralisasi dan otonomi daerah diharapkan dapat mendorong pemerintah lokal agar dapat lebih tanggap akan kebutuhan publik, tetapi hsl ini tidak membuat peran pemerintah pusat menjadi lemah. Desentralisasi memberikan kewenangan atau otonomi pada daerah sehingga daerah dapat menyelesaikan permasalahan daerah sesuai dengan kapasitas daerah tersebut. Selain itu, otonomi memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengembangkan sumber daya yang mereka miliki berdasarkan karakteristik masing-masing. Hal ini mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota. Dengan adanya kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diharapkan pembangunan di setiap wilayah akan merata. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah melalui kerjasama.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sendiri telah memberikan legalitas yang besar untuk dilaksanakannya kerjasama pembangunan, baik dengan pihak ketiga (publik atau swasta) maupun kerjasama antar daerah yang bertetangga. Dalam pasal 195 (1) dinyatakan bahwa “Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.” Bahkan pasal 196 (2) lebih tegas lagi berisi “perintah” untuk membuat kerjasama antar daerah, dengan menyatakan: “Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat.”

Paparan diatas mengilustrasikan adanya sebuah trend baru administrasi publik, yakni adanya keterkaitan (interconnection) dan saling ketergantungan (interdependence) antara pemerintah daerah yang satu dengan pemerintah daerah lainya dalam penyelenggaraan urusan dan/atau kewenangan tertentu. Dengan kata lain, kerjasama antar daerah merupakan keniscayaan dalam manajemen pemerintahan daerah pada masa mendatang. Oleh karena itu, perlu adanya suatu kajian yang cukup komprehensif dan mendalam tentang berbagai hal yang berhubungan dengan model-model dan kelembagaan kerjasama antar daerah.

Disisi lain harus diakui bahwa dalam pola atau model kerjasama apapun tidak akan lepas dari kemungkinan terjadinya benturan kepentingan, perbedaan penafsiran, atau kegagalan dalam memenuhi kewajiban satu pihak terhadap pihak lainnya. Dengan kata lain, selain sebagai cara meredam konflik, suatu kerjasama tidak jarang justru menjadi sumber sengketa baru. Untuk itu, pengembangan kerjasama antar daerah harus diikuti dengan pengaturan yang jelas dan tegas tentang kedudukan, hak, dan kewajiban, masing-masing pihak, serta mekanisme resolusi konflik dalam hal timbul friksi akibat dilakukannya suatu kerjasama. Itulah sebabnya, kejelasan tentang penanganan dan penyelesaian perselisihan antar daerah juga perlu mendapat pengkajian yang cermat agar tidak mengganggu efektivitas roda Pemerintah Daerah.

Pelaksanaan kerjasama yang dilakukan oleh daerah ini tentunya membutuhkan suatu struktur tertentu yang digunakan baik untuk memfasilitasi terjadinya kerjasama antar daerah. Oleh karena itu, dibentuklah suatu tim yang bergerak untuk menangani proses kerjasama. Pemerintah Kota Bandung membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah atau disingkat TKKSD guna mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pengadaan kerjasama.